Tahukah Anda, ditaksir, populasi dunia mencapai enam miliar di akhir 1999 dan tahun 2020, angkanya melonjak menjadi delapan miliar! Apakah pemerintah bisa menyediakan pekerjaan untuk sedemikian banyak orang? Faktanya, ’privatisasi’ menjadi begitu populer pada dekade lalu, menunjukkan bahwa mereka ”mencuci tangan” dari tugas menciptakan pekerjaan yang mengerikan itu.
Fakta lainnya, merger, akuisisi, dan restrukturisasi dalam sektor swasta lebih sering membuahkan PHK masal. Lalu siapa yang mendapat beban menciptakan lapangan kerja? beban itu harus dipikul INDIVIDU-nya sendiri. Setiap orang, menciptakan sendiri pekerjaannya! Setiap orang, siap atau tidak, kondisi mendorongnya menjadi wirausaha.
Mau pilih yang mana: segera menyiapkan mental dan ketramplan kewirausahaan atau, saatnya nanti, terpaksa serabutan, mencoba-coba menjadi wirausahawan setelah ”terdepak” dari posisi ”orang gajian”!
Saran kami, dan itu tugas buku ini pula, segeralah belajar mengambil inisiatif, inovatif, berani dan kreatif. Mulailah mempromosikan dan menampilkan ide Anda. Anda harus mulai hidup ”sedikit bersusah-payah”, jangan menunggu gaji bulanan Anda, dan mulai menunda kepuasan Anda.
Sadarilah, fenomena ini. Bahwa kewirausahaan, yang tidak dikenali seperempat abad lalu, saat ini diajarkan sebagai mata kuliah di universitas di seluruh dunia. Di Amerika Serikat saja, ratusan perguruan tinggi mengajarkan itu. Apakah ini benar-benar fenomena baru?
Tidak persis demikian. Kita sebenarnya dilahirkan sebagai wirausaha. Keberanian, kreativitas, dan inisiatif – semuanya adalah sifat yang dimiliki seseorang sejak lahir. Itu alami, melekat dalam diri Anda! Tinggal masalahnya, buatlah kemampuan itu muncul dan bekerja optimal! Bayi manapun di dunia ini, sebelum mereka dibanjiri nilai-nilai dan peraturan masyarakat, tanpa perlu ikut seminar tentang ”berjalan”, ia belajar berjalan sampai bisa. Anda, pembaca, dulu juga bayi yang merangkak pun belum bisa. Setiap kali si bayi yang belajar berjalan itu tersandung, ia bangkit lagi. Bayi itu pun belajar berbicara tanpa perlu menghadiri kelas bahasa. Sayangnya, semua kelebihan itu hilang ketika ia memasuki institusi yang kita sebut sekolah.
Cobalah jawab pertanyaan kami.
Adakah institusi di dunia ini, tempat Anda bisa mempelajari cara menjalankan bisnis Anda sendiri?
Saya yakin Anda mulai menyebut beberapa kursus atau jurusan bisnis dengan nama-nama tetentu yang ditawarkan oleh universitas atau sebuah lembaga kursus. Terus terang, itu semua tidak mengajarkan Anda bagaimana menjalankan bisnis untuk diri Anda sendiri. Mereka hanya mengajarkan Anda bagaimana menjalankan bisnis untuk orang lain! Kalau Anda mengikuti kursus akuntansi, yang diajarkan adalah bagaimana Anda menghitung uang orang lain.
Bukan masanya bicara tentang kelebihan teknologi. Mari, kita bicara kelebihan kewirausahaan. Kita memerlukan wirausaha untuk menciptakan perusahaan yang besar dengan teknologi temuan terbaru!
Sejumlah pakar, praktisi, orang sukses, Anda yakini bakal mengatasi tugas menciptakan pekerjaan untuk orang banyak. Mengapa harus orang lain? Mengapa harus mereka, bukan Anda sendiri? Bukankah mereka yang sukses, sudah tak punya masalah lagi dalam menciptakan lapangan kerja, karena mereka sudah di sana, sementara Anda, mungkin masih mencari terus bisnis apa yang pas Anda jalankan sendiri.
Mari kita amati tren 1000 tahun terakhir. Di sana kita lihat perpindahan kekuasaan pada kelompok orang atau individu tertentu .
Tahun 1000
Kekuasaan berada di tangan kaum rohaniwan yang secara kebetulan adalah beberapa orang yang mampu membaca dan menulis
Tahun 1455
Penemuan mesin cetak yang memungkinkan pengetahuan lebih bisa disebarkan kepada lebih banyak orang. Dengan demikian kekuasaan bergeser dari agama ke politik
Tahun 1555
Politisi mulai lebih berkuasa dan untuk mempertahankan kekuasaan itu, birokrasi dibuat
Tahun 1970
Penemuan microchip memungkinkan informasi lebih tersebar kepada keompok orang yang lebih besar. Kekuasaan bergeser perlahan dari politik ke ekonomi
Tahun 1995
Ekonomi sekarang begitu penting sehingga menjadi sebab jatuhnya banyak pimpinan politik (mis.Presiden Soeharto dari Indonesia, Perdana Menteri Chavalit Yongchaiyudh dari Thailand) selama masa yang sangat singkat
Tahun 2020
Keseimbangan kekuasaan bergeser perlahan dari birokrasi menjadi kewirausahaan. (Bill Gates dipilih sebagai orang paling berkuasa di Inggris)
Telah diramalkan bahwa selama 25 tahun, individu birokrat akan bersikap defensive, mencari cara untuk mempertahankan status keamanan yang sudah ada dari standar hidup mereka, sedangkan individu yang berjiwa wirausaha akan bersikap ofensif, mencari cara memperbesar kesempatan mereka, kemampuan mereka dan kualitas hidup mereka yang meningkat.
"Karena perkembangan dinamis bakat kewirausahaan, Amerika Serikat mampu mewujudkan lebih dari 15 juta pekerjaan dalam tempo 7 tahun."
Sumber : Dare to Fail by Billi P.S. Lim
Telah diramalkan bahwa selama 25 tahun, individu birokrat akan bersikap defensif, mencari cara untuk mempertahankan status keamanan yang sudah ada dari standar hidup mereka, sedangkan individu yang berjiwa wirausaha akan bersikap ofensif, mencari cara memperbesar kesempatan mereka, kemampuan mereka dan kualitas hidup mereka yang meningkat.
“Karena perkembangan dinamis bakat kewirausahaan, Amerika Serikat mampu mewujudkan lebih dari 15 juta pekerjaan dalam tempo 7 tahun.”
Benar, pembaca. Sekilas angka dan fakta ini, adalah fenomena merekahnya fajar baru kewirausahaan. Anda, mungkin sedang menapaki jalan di dalam terangnya fajar ini.
JANGAN MAU SEUMUR HIDUP JADI ORANG GAJIAN
Sekarang marilah kita renungkan mengapa saya menganjurkan Anda jangan mau jadi orang gajian seumur hidup. Bayangkan berapa gaji yang akan Anda peroleh setiap bulannya. Berapa total setahunnya.? Dan berapa Anda digaji setiap jamnya ? Juga renungkan apa yang akan Anda lakukan dengan pengahasilan sebesar itu ? Apa yang dapat Anda belanjakan setiap bulannya ? Serta berapa sisa yang dapat Anda tabung s? Dan apakah tabungan Anda selama setahun itu dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan Anda dan keluarga ? Saya yakin tidak.
Pertanyaan selannjutnya adalah, "Dalam kelompok manakah Anda berada ? Saya sangat yakin hanya sedikit sekali diantara Anda para pembaca yang berada dalam kelompok Rp.10.juta keatas setiap bulannya, alias hanya dibayar Rp.60.000 untuk setiap jamnya. Dengan penghasilan sebesar itu berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mencukupi kebutuhan Anda yang mendasar, seperti membeli rumah yang layak, kendaraan, asuransi kesehatan, dan lain sebagainya. Berapa tahun yang dibutuhkan ?
Saya sering menayakan kepada peserta pelatihan yang saya adakan, bagaimana seorang pegawai negeri dengan gaji yang pas-pasan atau karyawan swasta dengan kedudukan yang menengah dapat menjadi kaya ? Jawabannya beragam, tapi setidaknya ada empat jawaban yang dominan diberikan : Mendapat warisan, Menang undian, punya bisnis sampingan dan korupsi. Dan Anda dapat menebak sendiri kira-kira jawaban mana yang paling dominan ?
Itulah sebabnya mengapa saya mengajak Anda untuk tidak menjadi orang gajian seumur hidup. Lalu mengapa kita harus menjalankan bisnis kita sendiri ? Pertama, pemilik bisnis paling sukses akan mengatakan kepada Anda bahwa mereka mempunyai kebebasan yang luar biasa. Mereka adalah para tuan atas diri sendiri. Disamping itu, mereka mengatakan kepada bahwa bekerja sendiri risikonya kurang ketimbang bekerja untuk orang lain.
Seorang professor di Amerika pernah mengatakan pertanyaan berikut kepada kelompok enam puluh mahasiswa MBA yang bekerja sebagai eksekutif korporasi publik
Apa yang disebut resiko ?
Seorang mahasiswa menjawab :
Menjadi entrepreneur !
Teman-teman mahasiswanya setuju. Kemudian profesor tadi menjawab pertanyaannya sendiri dengan mengutip ucapan seorang entrepreneur :
"Apa yang disebut risiko " Mempunyai satu sumber penghasilan. Karyawan menghadapi risiko….Mereka mempunyai satu sumber penghasilan. Bagaimana kalau entrepreneur yang menjual jasa menjaga rumah kepada majikan Anda ? Dia mempuunyai ratusan pelanggan….ratusan sumber pengahasilan."
Untuk menjadi pemilik bisnis juga diperlukan agar Anda mempunyai kemauan yang kuat untuk bekerja sendiri. Bila Anda tida suka berada di luar lingkngan korporasi, entrepreneur mungkin bukan panggian Anda. Para pemilik bisnis paling sukses memiliki satu karakteristik yang sama : Mereka semua suka pada apa yang mereka lakukan. Mereka semua bangga dengan "bekerja sendiri".
Banyak diantara para entrepreneur sukses yang sebelumnya adalah karyawan diperusahaan tempatnya bekerja kemudian sukses membangun usahanya sendiri. Baru-baru ini saya menjumpai seorang kawan yang baru satu tahun memulai bisnis jasa pelatihan. Sebelumnya ia bekerja sebagai manajer SDM pada bank terkemuka di Jakarta dengan gaji mendekati Rp.10 juta perbulan. Dia mengetahui anggaran pelatihan untuk perusahaan tersebut besarnya 20 miliar setahun. Dengan semangat entrepreneur serta melihat peluang yang ada ia menggundurkan diri dan mempromosikan anak buah kepercayaannya sebagai penggantinya. Ia kemudian mendirikan perusahaan yang bergerak dibidang pelatihan. Dan dapat Anda tebak siapa pelanggan pertamanya ? Dan dari siapa ia mendapatkan proyek tersebut ? Ya perusahaan tempatnya bekerja dan dari orang kepercayaannya, Kalau sebelumnya pengahasilannya Rp. 10 juta sebulan, sekarang hampir Rp.20 miliar anggaran pelatihan bank tersebut masuk ke kocek perusahaannya. Itulah entreperneur.
“jika anda menyepelekankan sebuah peluang, maka sebenarnya anda telah menyia-nyiakan sebuah keberhasilan”
”BERANI”, MODAL AWAL ENTREPRENEUR
Kami yakin, kalau entrepreneur berani memiliki visi, maka akan lebih dapat menciptakan kekuatan positif di dalam pikirannya. Sehingga nantinya akan lebih mampu meningkatkan kemampuan kerja dan kualitas hidup kita. Karena ini saya sangat yakin dengan ungkapan berikut ini: “Hati-hatilah dengan angan-anganmu, karena angan-anganmu itu akan menjadi kenyataan”
Presiden RI pertama, Ir. Soekamo, pernah bilang, “Gantungkan cita-citamu setinggi langit.” Visi itu memang bisa mensugesti orang. Dan, semua langkah kita akan kita arahkan kesana. Apalagi entrepreneur ini biasanya seorang pemimpi. Maka mimpi tentang perusahaan, mimpi tentang masa depan, tentu akan dapat mempengaruhi para pengikut yang dipimpinnya.
Anda “juru penerang”, mengusir gelapnya pikiran orang lain yang Anda pimpin. Ini prinsip kepemimpinan. Wirausahawan yang memiliki visi, adalah penerangan bagi para bawahannya, anggota “tim sukses”nya dalam bisnis. Wirausahawan dengan visi besar, merangsang terbangunnya atmosfir bisnis penuh kreativitas dan inovasi.
Bahkan orang meyakini, jiwa wirausahawan itu, dekat sekali dengan dunia pengkhayal. Apa susahnya, berkhayal? Berkhayal adalah aktivitas yang “murah”. Bagaimaan tidak, karena berkhayal tidak memerlukan fasilitas khusus, apalagi ongkos. Sekarang juga, Anda pun bisa berkhayal. Tentu saja, khayalan seorang wirausahawan, bukan sembarang berkhayal. Bahkan, di zaman susah, dengan tumpukan persoalan hidup yang harus dipikul, bisa membuat orang pun tidak berani berhkayal. Anda akan tercenung, kalau kami katakan, “Berkhayal pun, perlu keberanian!”
Mengapa? Khayalan yang memicu keberhasilan, atau minimal, keberanian berbuat dan berkreativitas, dihambat pandangan lama yang cuku berurat-akar dalam benak kita, bahwa orang sukses harus ditopang pendidikan dan gelar formal. Sebetulnya, keyakinan ini bisa dipatahkan dengan mudah. Misalnya, hadirkan saja, beberapa nama orang sukses yang lulus SMA pun, tidak. Sejumlah wirausahawan, memulai dari khayalan. Dan ia mulai kembangkan khayalannya, dari nol sampai akhirnya terwujud.
Bill Gates mengimpikan, personal computer akan tersedia di rumah setiap orang. Untuk merealisasikan mimpinya, ia drop out dari studinya, memilih menekuni Microsoft-nya. Ia berhasil. Kini, ia salah satu orang terkaya dunia.
Michael Dell, punya impian menakjubkan: mengalahkan perusahaan komputer raksasa IBM. Ia juga berhasil menjadi orang pertama yang memasarkan komputer pribadi dengan strategi direct marketing. Usahanya yang dirintis tahun 1984 berhasil, penjualan Dell Computer laris manis. Bahkan Dell dalam usia 34 tahun berhasil menjadi salah satu orang terkaya di Amerika Serikat.
Contoh lainnya, Jeff Bezos. Mimpinya, menjadi pengusaha sukses di dunia e-commerce, perdagangan melalui intemet. Meski baru tahun 1995, yaitu di saat usianya 30 tahun, ia nyemplung ke dunia maya, mendirikan Amazon. com. Situs itu melejit menjadi situs paling banyak dikunjungi orang, untuk mendapatkan informasi atau membeli buku-buku bermutu dari seluruh dunia. Mimpinya terwujud. Ia pun tercatat sebagai miliarder di negeri Paman Sam itu.
Berani Mencoba
Andai kita berani mencoba, dan kita lebih tekun dan ulet, maka pasti kegagalan tak pernah ada
Bisnis modern akan berhenti berputar kalau sikap berani mencoba itu lenyap. Memang, banyak orang yang gagal dalam usahanya, putus asa tanpa, tak berani mencoba lagi. Ini bukan bukan saja merugikan aspek materi atau finansial saja, tapi juga aspek psikologis. karena itu, sekalipun krisis, tetaplah menjadi entrepreneur dengan semangat kewirausahaan tinggi. Sesungguhnya tidak ada yang gagal dalam berbisnis, yang ada hanya karena ia berhenti mencoba, berhenti berusaha. Berani mencoba, lebih tekun dan ulet, kegagalan takkan pernah ada.
Beranilah mencoba. Sebab, tidak satu pun di dunia ini, termasuk di dalam dunia entrepreneur yang dapat menggantikan keberanian mencoba dengan bakat bisnis. Sebagus apa pun bakat seseorang, tidak akan sukses tanpa mulai mencoba. Bagaimana dengan kejeniusan seseorang? Juga tidak. Kejeniusan terpendam, sama saja dengan omong-kosong. Pendidikan terbaik? Juga bukan jaminan. Dunia ini sudah penuh dengan pengangguran berijazah sarjana. Dan ternyata, sekali lagi, keberanian mencoba dan mencoba itulah penentu kesuksesan bisnis kita.
Berani Merantau
Keberanian merantau, membangun percaya diri dan kemandirian
Ingat tragedi Sampit? Semua bersedih, karena sebagian pengusaha sukses etnis Madura, ikut hengkang dari Sampit, Kalimantan Tengah. Kami bukan menyoal tragedinya, tetapi dari aspek kewirausahaan. Madura dan Kalimantan, jelas bukan seperti antar rumah di sebuah kampung. Ini dua pulau yang berbeda dan berjauhan. Tapi, berapa banyak orang Madura yang masih kelahiran Madura, lalu merantau ke Sampit. Banyak, bahkan banyak sekali dan kemudian anak-turunnya lahir di Kalimantan.
Sebagian dari mereka, sukses, meskipun awalnya dari nol. Kami hanya mau mengatakan, mereka “dari bukan apa-apa”, merantau, lalu sukses. Etnis lainnya yang fenomenal, orang Jawa asal Tegal. Ibukota saja, mereka taklukkan. Kalau mau menghitung jumlah warung “beridentitas daerah” paling banyak yang mana, jawabannya: Warung Tegal. Di sektor makanan rakyat, ada penjaja bakso keliling. Banyak di antara mereka, mengusung identitas daerah. Seperti bakso Malang , bakmi Wonogori, Pecel Lamongan, atau rumah makan Padang.
Yang lebih fenomenal, dan ini juga lebih global, perantau Cina pun yang sukses di negeri yang mereka datangi. Bukankah Anda yang sering bepergian lintas daerah, pernah mendengar, transmigran petani Jawa atau bali, banyak yang sukses sebagai transmigran di Sumatera, atau Sulawesi? Sukses dalam usaha, juga disokong sebuah keberanian: merantau.
Merantau, punya makna sosial tersendiri. Ia berarti “jauh dari keluarga” yang memicu terbangunnya jiwa kemandirian. Tak bergantung pada keluarga, berarti mulai melangkah menjadi dewasa. Di rantau, apalagi di lingkungan yang tak tahu siapa kita sebelumnya, Anda bisa menjadi pribadi yang baru.
Kebaruan ini, sarat tantangan. Merantau, menyadarkan kita apa kelebihan dan kekurangan kita karena kita dihadapkan pada kenyataan-kenyataan baru. Merantau, membuat seseorang relatif tangguh, karena diterjunkan dalam situasi serba baru.
Perantau, umumnya segan minta tolong. Di situlah, kemauan menjadi lebih termotivasi. Perantau, rata-rata enggan berutang budi. Justru, karena ia orang baru, seorang perantau cenderung menanam jasa untuk banyak orang. “Investasi sosial” ini, pada saatnya berbuah kebaikan. Siapa sangka, banyak orang yang menyukai kepribadian kita, bernagsur-angsur, menjadi pendukung setia langkah kita menganyam kesuksesan. Jadi? Cobalah merantau, temukan jatidiri Anda yang tangguh, kreatif, dan cerdik menangkap peluang
Berani Gagal
Hanya orang yaug berani gagal total, akan meraih keberhasilan total.
PERNYATAAN John. F. Kennedy ini ada benarnya. salah satu dari kami, membuktikannya. Gagal total, itu karier bisnis , Purdi E.Chandra dalam bukunya “Menjadi Entrepreneur Sukses” bertutur : “Akhir 1981, merasa tak puas dengan pola kuliah yang membosankan saya meninggalkan kampus. Saat itu saya pikir, gagal meraih gelar sarjana, tapi bukan berarti gagal mengejar cita-citanya. Tahun 1982, saya kemudian mulai merintis bisnis bimbingan tes Primagama, yang belakangan berubah menjadi Lembaga Bimbingan Belajar Primagama. Bisnis tersebut saya jalankan dengan jatuh bangun. Pada awalnya, sepi peminat, cuma dua orang! Saat ini, wow, peminatnya membludak, sampai-sampai Primagama membuka cabang di ratusan kota, dan menjadi lembaga bimbingan belajar terbesar di Indonesia”.
Dalam kehidupan sosial, memang kegagalan itu adalah sebuah kata yang tidak begitu enak untuk didengar. Kegagalan bukan sesuatu yang disukai, dan suatu kejadian yang setiap orang tidak menginginkannya. Kita tidak bisa memungkiri diri kita, yang nyata-nyata masih lebih suka melihat orang yang sukses daripada melihat orang yang gagal, bahkan tidak menyukai orang yang gagal.
Maka, bila Anda seorang entrepreneur yang menemui kegagalan dalam usaha, jangan harap orang akan memuji Anda; orang di sekitar anda maupun relasi Anda akan memahami mengapa Anda gagal; Anda tidak disalahkan; semua sahabat masih tetap berada di sekeliling Anda; Anda akan mendapat dukungan moral dari teman yang lain; Ada orang yang akan meminjami uang sebagai bantuan sementara; Apalagi ini: bank akan memberikan pinjaman selanjutnya! No way!
Mengapa gambaran seorang entrepreneur yang gagal, kami gambarkan begitu buruknya? Itulah masyarakat kita. Kita cenderung memuji yang sukses dan menang, dan mudah menghujat yang kalah dan gagal. Sebaiknya, setiap kita mulai mengubah budaya itu, beri kesempatan kedua bagi setiap orang.
Menurut pengalaman kami, apabila orang gagal, tidak ada gunanya murung dan memikirkan kegagalannya. Tetapi perlu mencari penyebabnya. Kegagalan seharusnya membuat enerpreneur sejati tertantang untuk menemukan kekuatan-kekuatan baru agar bisa meraih kesuksesan kembali. Tentu, kasus kegagalan dalam bisnis maupun dunia kerja, saat krisis ekonomi kian, memang banyak. Ribuan orang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan kehilangan mata pencahariannya. Sungguh ironis, seperti halnya kita, suka atau tidak suka, setiap manusia pasti akan mengalami berbagai masalah, bahkan mungkin penderitaan.
Seorang entrepreneur, harus berani menghadapi kegagalan, dan memetik hikmahnya. Mungkin saja kegagalan itu datang untuk memuliakan hati kita, membersihkan pikiran kita dari keangkuhan dan kepicikan, memperluas wawasan kita, serta untuk lebih mendekatkan diri kita kepada Tuhan. Untuk mengajarkan kita menjadi gagah tatkala lengah. Menjadi berani ketika kita takut. ltu sebabnya, kita bisa sepakat pada pendapat Richard Gere, aktor terkemuka Hollywood,”Kegagalan itu penting bagi karier siapapun.”
Mengapa? Banyak orang membuat kesalahan yang sama, dengan menganggap kegagalan sebagai musuh kesuksesan. Sebaliknya. kita seharusnya menganggap kegagalan itu dapat mendatangkan hasil. Ingat, kita harus yakin akan menemukan kesuksesan di penghujung kegagalan. tapi mengapa seseorang gagal dalam bisnis. Ada beberapa sebab umum.
Pertama, kita ini sering menilai kemampuan diri kita terlalu rendah. Kedua, setiap bertindak, kita sering terpengaruh oleh mitos yang muncul di masyarakat sekitar kita. Ketiga, biasanya kita terlalu “melankolis” dan suka memvonis diri terlebih dahulu, bahwa kita ini dilahirkan dengan nasib buruk. Keempat, kita cenderung masih memiliki sikap, tidak mau tahu dari mana kita harus memulai kembali suatu usaha. Dengan mengetahui sebab kegagalan itu, tentunya akan membuat kita yakin untuk bisa mengatasinya. Buat kita mengalami sembilan dari sepuluh hal yang kita lakukan menemui kegagalan, maka sebaiknya kita bekerja sepuluh kali lebih giat. Dengan memiliki sikap dan pemikiran semacam itu, maka akan tetap menjadikan kita sebagai sosok entrepreneur yang selalu optimis akan masa depan. Maka, sebaiknya janganlah kita suka mengukur seorang entrepreneur dengan menghitung berapa kali dia jatuh. Tapi ukurlah, berapa kali ia bangkit kembali.
Berani Sukses
Seberapa besar rezeki yang kita inginkan, itu sama dengan seberapa besar kita berani mengambil risiko
SUKSES adalah proses. Ia dicapai dengan pengorbanan. Salah satunya, tidak cengeng dengan kegagalan. Sukses, pikirkanlah sebagai keseharian Anda. Keyakinan bisa sukses, selalu dibangun setiap saat. Karena itulah, jangan biarkan Anda kehilangan motivasi untuk sukses, dan terus membangun keyakinan itu dalam sanubari.
Buanglah semua alasan, Anda gagal karena kelemahan dari diri Anda. Kurang cerdas, kurang fit, sudah terlalu tua, dan segudang “rasa kurang”, bukanlah alasan Anda gagal. Sukses memerlukan keberanian tanpa henti, mempelajari kemunduran bisnis.
Hadapkan setiap problem dengan perjalanan sukses wirausahawan lain yang serupa usahanya dengan Anda. Bahkan, Anda simak mereka yang gagal, dan temukan jawabannya mengapa dia gagal. Kesiapan pribadi seorang wirausahawan menghadapi perubahan, juga dipermantap. Jangan mudah dikejutkan perubahan.
Pelajarilah kesuksesan orang lain, himpun semua “sebab-sebab sukses” itu, temukan kelebihan-kelebihan itu, dan mulai mencoba menyusun apa kelebihan Anda, apa kebaruan yang bisa ditelurkan dari proses membandingkan dengan usaha orang lain.
Seorang wirausahawan, adalah yang selalu “melek” dan “buka telinga” terhadap setiap peluang. Sukses wirausahawan, bukan sekadar “rezeki dari langit”, tapi juga kejelian membaca/menangkap peluang. Dan ini memerlukan stamina usaha yang tinggi. Jangan ketakutan lebih dulu, seakan-akan wirausahawan itu orang yang tidak pernah beristirahat. Tidak! Secara fisik, istirahat perlu, tapi sebagai wirausahawan, pikiran “tetap jalan” dalam arti, keseharian kita dibiasakan terus memikirkan, kebaikan-kebaikan apa yang bisa dibangun berdasarkan peluang yang kita hadapi setiap saat.
Tidak ada orang yang bisa mendapatkan kenikmatan dari hidup yang terus merangkak-rangkak, kehidupan yang setengah-setengah. Sukses berarti hanya hal yang mengagumkan dan positif. Sukses berarti kesejahteraan pribadi: rumah bagus, keamanan di bidang keuangan dan kesempatan maju yang maksimal, serta berguna bagi masyarakat. Sukses juga berarti memperoleh kehormatan, kepemimpinan, dan disegani. Dengan demikian sukses berarti self respect, merasa terhormat, terus-menerus merasa bahagia, dan merasakan kepuasan dari kehidupannya. Itu artinya, kita berhasil berbuat lebih banyak hal yang bermanfaat. Dengan kata lain, sukses berarti menang. Namun sayangnya, diera globalisasi seperti sekarang ini, tidak semua entrepreneur berani menyebutkan, bahwa dirinya telah mencapai kesuksesan.
Menurut kami, sebagai wirausahawan, jangan segan Anda nyatakan: hari ini saya sukses. Dengan begitu, rasa percaya diri itu pun terbangun. Kepercayaan diri yang besar itu, membangkitkan semangat untuk meraih kesuksesan. Dan kesuksesan itu, juga berarti perlu dibagi kepada sesama pebisnis. Betapapun sibuknya wirausahawan yang sukses, dalam dirinya ada jiwa sosial saat diminta membantu wirausahawan lain yang belum sesukses dirinya. Yakinlah, dalam jiwa seorang wirausahawan sukses, ada keyakinan: Allah itu kekuatanNya besar yang mendorong umatnya, termasuk para wirausahawan, untuk tidak egois. Karena pribadi yang senang melihat orang lain “gagal melulu”, sejatinya sedang menanti gelombang kegagalan menerpanya. Jadi, beranilah berpikir sukses!
Berani Berbeda
Munculkanlah keberanian berpetualang di zaman baru, kendati untuk itu kita siap membayar harga orang yang menertawakan, mengejek, dan mengkritik kita.
Mengapa orang menertawakan kita? Atau lebih enteng dari itu, mengapa orang meremehkan kita? Karena kita berbeda. Tapi, apa salahnya jika kita berbeda? Kenyataaannya, menjadi berbeda sudah terjadi sejak kita lahir. Setiap individu di dunia ini berbeda. Tak ada seorangpun yang 100 % sama dengan lainnya. Sidik jari kita cukup membuktikan fakta ini – tak ada dua sidik jari yang sama di dunia. Setiap orang dari kita berbeda – UNIK. Dan keunikan kita memisahkan kita satu dengan lainnya.
Bila kita benar-benar ingin berhasil dalam hidup ini, munculkanlah bakat ini dari dalam diri, biarkan ia bersinar begitu terang. Orisinalitas gagasan, di mana Anda menampakkan “sesuatu yang baru dan terang”, akan membuat keberbedaan itu, memberi nilai lebih bagi pribadi Anda.
Lebih baik kita berani berbeda. Dan, perbedaan kita dari yang lain, adalah wujud ketekunan kita menjadi LEBIH BAIK. Seorang diri, menjadi lebih baik, di antara banyak orang yang berpikiran nyaris sama tentang suatu hal, lalu keberbedaan Anda, diterima banyak orang dan diterima dunia. Luar biasa, bukan.Mari, gunakan energi Anda menghasilkan perbedaan yang bertenaga. Perbedaan yang bernilai.
“Pengusaha swasta memainkan peran lebih besar dalam ekonomi dunia. Pengusaha kecil telah merampas multi miliaran dolar dari bisnis besar.”
John Naisbit
Membangun Jaringan, Mutlak
Al Rise dan anaknya Laura dalam Law Number 3: The Law of Publicity antara lain menyebutkan: Publicity in general is more powerful than advertising. Publicity sesungguhnya hanya salah satu bentuk public relation (PR). Law Number 3, seharusnya berbunyi : PR is much more powerful than advertising. Alasannya, selain bisa tampil secara above the line dan below the line, PR atau kehumasan juga mampu menjangkau ke luar (PR ekstemal) dan ke dalam (PR intemal). Yang tak kalah penting, PR mempunyai sentuhan yang lebih halus (subtil), sehingga sering kali dipercaya dan efektif. Fungsi PR dalam kaitannya baik dalam (organisasi) maupun ke luar (intended public) dalam rangka membangun jejaring sangat dahsyat, apabila dikelola dengan sadar, sistematis, komprehensif dan terencana baik.
Teman Adalah Asset
Jaringan usaha atau organisasi nirlaba sering dipahami dan diterjemahkan secara sederhana. Orang selalu setuju pada ungkapan “teman adalah aset”. Apakah membangun jejaring sesederhana seperti menjalin pertemanan? Jejaring yang perlu dibangun antara satu organisasi dengan organisasi yang lain sering tidak sama. Karena, karakteristik dan kebutuhannya berbeda. Maka perlu diidentifikasi dan dirumuskan secara jelas, dengan pihak-pihak mana saja kita perlu membangun jejaring. Bagi dunia usaha, yang perlu dijalin hubungannya antara lain lembaga konsumen, pemerintah (departemen terkait), militer, organisasi keagamaan, LSM, rekanan usaha, institusi penunjang (lembaga keuangan, lembaga pasar modal yang sudah go public) dan para tokoh informal masyarakat. Perlu digaris bawahi, membangun jejaring dalam konteks ini sama sekali berbeda dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), yang umumnya lebih bersifat hit and run serta jangka pendek.
Selain itu, yang tidak kalah penting diperhatikan dan dijalin hubungannya dengan baik adalah mereka yang tergolong intemal concered group, seperti para pemegang saham, karyawan serta manajemen madya atau penyelia. Dalam konteks inilah membangun jejaring semakin relevan, apalagi information technology telah berkembang sedemikian pesat, sehingga perbedaan geografis nyaris bukan hambatan lagi.
Jejaring memang perlu dibangun dengan sadar, sistematis, komprehensif dan terencana baik. Untuk itu, perlu dibentuk departemen (PR), yang fokus menangani secara profesional. Program membangun jejaring melibatkan seluruh jajaran perusahaan. Pelaksana programnya bisa meliputi satpam hingga direktur utama, tergantung pada bentuk kegiatan dan tujuan yang ingin dicapai. Dalam konteks ini, semua anggota organisasi pada dasarnya petugas PR perusahaan.
Jejaring yang dibangun dengan baik menjadi aset perusahaan, dan dirasakan manfaatnya baik dalam proses kehidupan sehari-hari perusahaan maupun pada saat terjadi kasus. Malahan, kalau jejaring sudah terbangun dengan luas dan solid kita bangga dan rendah hati boleh mengatakan: “Ini jejaringku”. Benar, manusia perlu pergaulan yang luas, sebab manusia seperti diungkapan Aristoteles adalah zoon politicon.
Kami punya seorang kawan, Amie Primarni namanya. Dia direktur sebuah usaha rumah busana, Rizqita, di Depok, Jawa Barat. Suatu ketika, setelah perbincangan bisnis usai di ruang pertemuan, kami ke tempat parkir. Ternyata, sopir mobil Bu Amie, saat pamit makan, tak kunjung muncul. Setengah jam-an kami menunggu sang pengemudi. Bukan menunggu percuma di parkiran. Kebetulan, ia sedang memerlukan beberapa karyawati baru. Sambil menunggu, ia berbincang dengan beberapa petugas Satpam. Ia iseng bertanya, apa tidak punya saudara atau kenalan wanita yang sedang mencari pekerjaan? Satpam yang disapanya bilang,”Oh, Ada.” Dalam tempo beberapa menit, ia sudah kembali dengan dua buah amplop besar, lamaran kerja. Lalu, dari seorang Satpam lainnya, Amie mendpat dua amplop lamaran lagi.
Ia tersenyum puas. ”Saya perlu beberapa pilihan,meski pun peluangnya tak banyak. Saya punya ruko baru di sini. Bayangkan, kalau pekerja saya adalah kenalan atau saudara Satpam di sini, mereka akan mewujudkan terima kasihnya dengan cara-cara yang kita tak bisa bayangkan. Minimal, toko saya akan dibantu diawasi. Saya punya kenalan yang tak punya interest buruk, karena saudara bekerja di toko saya.”
Begitulah, pembaca, Amie memanfaatkan sedikit waktu untuk meluaskan jejaringnya, di sekitar tempat usahanya. Buat kami, ia entrepreneur dengan kecerdasan sosial, bukan hanya kecerdasan ekonomi.
Membangun Jejaring
Persahabatan merupakan unsur penting dalam hidup kita, sebagaimana hubungan profesional menjadi pusat keberhasilan kita. Karena itu, membangun jejaring menjadi keahlian yang sangat bermanfaat.
Ungkapan “Yang penting bukan apa yang Anda tahu, tapi siapa yang Anda kenal” tidak sepenuhnya benar, tapi hanya separuh benar. Kenyataannya, dalam mengembangkan karier dan bisnis atau menuntun ke arah cita-cita, yang penting adalah siapa yang kenal Anda!
Bakat, keahlian, pengalaman dan kepandaian semata tidaklah cukup untuk mencetak keberhasilan. Justru, hubungan dan kontak dengan orang lainlah yang akan mendorong Anda menuju sukses. Sukses bersifat relatif, karena Anda tahu apa yang Anda inginkan, apa nilai yang Anda anut, serta apa yang Anda mau lakukan.
Anda pasti akrab dengan komputer. Internet, juga bukan lagi sesuatu yang asing. Semua menyadari, internet memberi akses informasi instan, dari yang serius seperti peta investasi lintas bangsa, kebijakan politik, isu-isu kemanusiaan terkini sampai sekadar resep dan anekdot. Bagi wirausahawan, informasi harus bisa ia jadikan “peluru” dalam pertempuran bisnis. Jadikanlah informasi sebagai kekuatan saat ia dipertukarkan. Salah satu cara memperkuat basis informasi, membangun jejaring.
Apakah jejaring itu? Dalam konteks ini, yang kami maksud adalah, proses dua arah yang benar di mana berbagai sumberdaya dibagikan dan diterima. Di dalam proses ini, ada semangat saling berbagi informasi. Ya: informasi! Kalau Anda termasuk tipe pembangun jejaring yang baik, maka Anda akan bahagia saat Anda dapat memberi kepada mitra-mitra Anda, stakeholder jejaring, seluruh elemen yang terlibat dalam “proses saling berbagi informasi” ini.
Sepintas, “berbagi informasi” serasa sesuatu yang mudah. Perlu energi lebih, kalau pertukaran informasi dilekati kepentingan memperkuat performance bisnis. Menerapkan pertukaran informasi dan membangun “jejaring yang efektif” untuk menguatkan sebuah usaha, tidaklah segampang menjelaskannya.
Bagaimana agar sukses membangun jejaring? Saran kami, jadilah pribadi yang menjunjung tinggi cara, proses serta tujuan dibangunnya sebuah jejaring. Jangan mengabaikan pentingnya ikhtiar mengembangkan dan memperhalus kemampuan melakukan tindak lanjut. Anda mungkin punya banyak informasi menarik dan potensial melancarkan bisnis Anda, tapi semuanya tidak menjadi apa-apa tanpa tindak lanjut. Sebagai wirausahawan yang berhasrat memperkuat usaha melalui jejaring, fokus tindakan Anda: menyadarkan, bahwa mitra jejaring Anda punya informasi bernilai. Pastikan, Anda temukan argumentasi yang tepat, apa informasi itu, dan bagaimana ia bisa bernilai bagi Anda.
Kembangkan Kontak-kontak Anda
Jika Anda menemukan seseorang yang mampu memberikan inspirasi kepada Anda mintalah bantuan kepadanya
Seorang entrepreneur sukses harus selalu membangun kontak bisnis dan sosial. Dalam hal ini, itikad baik merupakan modal dasar yang tidak bisa dibeli tetapi harus dimiliki. Bahkan ada beberapa perusahaan yang sama sekali menjauhkan diri dari media massa. Saya kira sikap seperti ini tidak bijaksana karena saya tidak percaya dengan pepatah lama yang mengatakan bahwa bentuk publikasi apapun tidak jelek sebab hubungan-hubungan yang baik akan dapat membawa suatu perubahan penting.
Kami punya contoh konkret. Seorang mitra, dua bulan ke depan habis kontrak rukonya di Depok. Padahal, bisnisnya sedang bagus-bagusnya. Apa akal. ”Saya punya banyak teman. Tapi untuk urusan roko, mau tak mau, perlu duit besar di muka. Ini urusan sewa setahun dua tahun dibayar dimuka. Saya tidak langsung berpikir untuk meminjam uang dari bank. Saya harus terbuka pada teman-teman saya. Saya yakin, mereka punya jalan keluar. Hasilnya, saya mendapat apa yang saya inginkan, dan tanpa keluar dana besar!”
Bagaimana kawan kami ini memperoleh rukonya? Padahal harga ruko baru di Pulogadung Trade Center (PTC) tempat yang diincarnya, tak kurang dari empat puluh jutaan rupiah pertahun? ”Seorang kawan, menyewa satu ruko dan food court di PTC yang dibuka awal bulan depan. Begitu penyerahan kunci dan di-launching, ruko dan lokasi usaha yang disewanya tak boleh didiamkan kosong. kalau sampai sekian lama kosong, maka pengelola PTC akan mendendanya sebesar lima juta rupiah. Nah, daripada dia kena denda, satu ruko yang ia siapkan sebagai investasi saja dan belum sanggup segera ia isi, ia serahkan pada saya mengelolanya. Praktis, saya tak perlu sewa, cukup bagi hasil yang perhitungannya nanti setelah usaha ini jalan.”
Luar biasa, kan? Kawan saya ini, tak perlu berhutang ke bank, karena jejaring usahanya, terawat baik. Apalagi, ia akrab pula dengan pers, sesuatu yang sanggup meresonansikan ”success story” dan kredibilitas bisnisnya. Dengan kondisi seperti itu, kawan saya mudah mendapat kepercayaan koleganya. Dalam bisnisnya, ia sedikitnya punya 100 pemasok untuk tokonya, yang rata-rata awet berhubungan dengannya sejak ia membuka usaha tiga tahun silam.
Ubahlah Semuanya Menjadi Peluang
Kesuksesan semata-mata hanya masalah keberuntungan, oleh karenanya hadapilah segala kemungkinan kegagalan.
Anonim
Keberuntungan hanya mungkin terjadi bila persiapan mampu menangkap kesempatan.
Elmer Letterman
Keberuntungan pastilah sesuatu yang berada pada tempat dan waktu yang tepat. Mungkin saja, ciri paling umum yang dapat ditemukan pada orang-orang beruntung adalah bahwa mereka memanfaatkan kesempatan yang mereka dapatkan. Keberuntungan bukan sesuatu yang harus Anda tunggu sambil santai, tetapi harus diraih. Napoleon pemah berkata: Jangan jendral-jenderal brilian, tetapi berilah saya jendaral—jenderal yang memiliki keberuntungan.”
William E. Heinecke, konglomerat yang menuliskan tips bisnisnya itu, pernah menyatakan, ”Saya cukup beruntung menapakkan kaki di Thailand di tahun 1960-an yang penuh peluang. Kami sering mengingatkan kepada tim kami bahwa semakin keras kita bekerja, akan semakin banyak keberuntungan yang akan kita dapatkan. Nasib baik bisa datang dengan berbagai macam bentuk. Bisa lewat peningkatan kesempatan bisnis, orang yang Anda sewa, kontrak personal yang Anda buat serta kesehatan yang Anda nikmati.”
Sebagai pendatang di Negeri Gajah Putih, Heinecke merasa keberuntungannya juga berkat pertemanannya yang kental dan luas di Thailand, hal yang berat ia tingalkan. Untuk itu, ia tak ragu-ragu menolak nasihat orangtuanya untuk meninggalkan Thailand. Ayahnya, seorang koresponden Voice of Amerika, berwawasan luas mengenai masalah-masalah dunia, mengatakan,” Nak, carilah keberuntunganmu di Pilipina atau Iran. Di Thailand tempat yang tidak menjanjikan untuk bisnis.” Heinecke ”bandel” karena yakin, sahabat-sahabat Thai-nya turut berperan penting mem-back up sukses bisnisnya.
Apa yang ia dapat?
Kata-kata ayahnya, tak berlaku lagi. Memang, saat 1960-an, gagasan sang ayah masuk akal, karena Thailand saat itu merupakan salah satu negara miskin. Di bawah kepemimpinan Shah dan juga Ferdinand Marcos, ekonomi Iran dan Philipina lebih stabil. Heinecke sendiri, dibesarkan di Asia. Philipina, memang lebih prospektif, persis nasihat ayahnya. Secara ekonomi, Philipina berada di atas Thailand dan karena kehadiran tentara pertahanan Amerika maka ada banyak pengaruh baru di tengah masyarakat Thailand. Di mata Heinecke, ada elemen keberuntungan di dalamnya. Heinecke, adalah pelajaran sukses entrepreneurship dengan pertemanan luas yang terawat baik.
SEGERALAH BERTINDAK!!!
"Jangan menunda hingga esok apa yang dapat Anda kerjakan hari ini" ,(Benjamin Franklin)
Diawal buku ini kami telah menyampaikan sebuah slogan yang wajib dijalankan setiap calon wirausaha : Praktek! Praktek! Praktek! Inilah sesuatu yang para pemimpin dalam semua bidang sepakat.
Setiap pekerjaan besar – entah itu menjalankann perusahaan, penjualan tingkat tinggi, dalam sains atau pemerintahan – memerlukan orang yang berfikir untuk bertindak. Para eksekutif utama yang mencari tokoh kunci, menuntut jawaban terhadap perrtanyaan :"Apakah ia akan melaksanakan pekerjaan tersebut?" "Apakah ia akan menuntaskannya?" "Apakah ia orang yang berinisiatif?" "Dapatkah ia memberikan hasil, atau apakah ia hanya pandai omong?"
Semua pertanyaan ini mempunyai satu tujuan : Mencari tahu apakah orang tersebut adalah orang yang suka bertindak ?.
Gagasan yang bagus saja tidak cukup. Gagasan sederhana yang dilaksanakan dan dikembangkan, adalah seratus persen lebih baik daripada gagasan hebat yang mati karena tidak ditindaklanjuti. Tidak ada yang datang dengan hanya memikirkannya.
Ingatlah. Semuanya yang kita miliki di dunia ini, dari satelit hingga pencakar langit hingga makanan bayi, hanyalah suatu ide yang dilaksanakan.
Entrepreneur : Kreativitas Tak Pernah Henti
Kalau Anda berani tanpil beda, itu berarti Anda memiliki jiwa entrepreneur
KUTIPAN di atas, sangat mungkin, mengundang senyum meremehkan. Masa, berbeda saja, sampai menjadi ciri jiwa enterpreneur. Kalimat itu terasa berlebihan. Pembaca, entrepreneur sendiri adalah dunia yang unik. Itu sebabnya, mengapa entrepreneur atau wirausahawan dituntut untuk selalu kreatif setiap saat. Dengan kreativitasnya, tak mustahil akan terbukti bahwa ía betul-betul memiliki citra kemandirian yang memukau banyak orang. Karenanya, ia pantas dikagumi, dan selanjutnya diikuti.
Menjadi entrepreneur kreatif di saat krisis ekonomi, tentu saja tantangan yang sangat berat. Siapa saja yang mencoba terjun menjadi entrepreneur kreatif, ia harus bekerja 24 jam sehari, 7 hari dalam seminggu. Ini masih harus dijalankan sedikitnya untuk kurun waktu sekitar dua tahun pertama. Sebuah babak baru yang berat, berjuang tanpa henti dengan berbagai tekanan fisik maupun psikis.
Bisnis modern? Apalagi! Ia boleh dikatakan, mustahil bisa eksis dan berkembang tanpa kemampuan menciptakan sesuatu yang baru pada setiap harinya. Berpikirlah kreatif setiap hari. Dari mana ia datang? Dari mana saja, dari siapa saja. Interaksi sosial Anda, menjadi stimulan munculnya ide inovatif. Memang, tak mudah melahirkan sesuatu yang orisinal atau sama sekali baru. Bisa saja, ia adalah kombinasi “sentuhan baru” pada karya-karya yang sudah ada. Kesan, aksentuasi disain, modifikasi, adalah bagian dari proses kreatif.
Milik siapakah kemampuan ini? Apakah ini hanya dimiliki pribadi tertentu? Tegas, kami nyatakan: tidak. Pada dasarnya, kita semua kreatif. Tentu saja, dengan kualitas dan kuantitas yang berbeda-beda.
Kemampuan kreatif itu terdistribusi hampir secara universal kepada seluruh umat di muka bumi ini. Kreativitas, bak sebuah mata air, jangan biarkan sumbernya mengering. Agar tetap berair, gali terus, agar “mata air kreativitas” kita tetap berair.
Raudsepp, peneliti dari Princeton Research Inc.
Kreativitas: Keharusan dalam Kewirausahaan
Jangan terpaku saja melihat gemerlap perubahan! Anda, satu di antara sekian orang yang sanggup menghadirkan hal baru! Pikirkanlah hal ini sebagai kebiasaan. Karena Anda hidup dalam abad kreativitas. Kreatif adalah, kunci memenangkan kompetisi. Ada banyak konsep kreativitas. Salah satunya, mengambil inspirasi dari dunia musik, tepatnya, musik jazz. Dalam musik jazz, ada istilah jam session, saat pemusik tidak memainkan lagu tertentu, tapi alat musiknya mengalunkan paduan nada tanpa terikat lagu, bebas-mengalir saja. Jamming, menjadi inspirasi John Kao menuangkan teorinya dalam buku yang sudah beredar dalam bahasa Indonesia, “Jamming: Seni dan Disiplin Kreativitas Bisnis”.
Kalau jamming bisa menggelitik telinga dengan alunan musik indah, bisnis pun, amat mungkin mengambil langkah alternatif di luar yang biasa berlaku. Hasilnya, seperti jamming dalam jazz, tetap “berirama dan enak didengar”. Begitulah analogi teori Kao dalam dunia bisnis.
Jamming dalam bisnis, adalah ikhtiar kreatif. Ada imajinasi, totalitas berkreativitas, menyerap pendar-pendar inspirasi dari mana-mana. Dari sana tercipta ide-ide kreatif dalam pengembangan bisnis. Siapa “sparing partner” seorang wirausahawan dalam mengeksplotasi gagasan kreatifnya? Ia bisa sesama wirausahawan, meskipun tak ada salahnya dengan orang lain yang sangat berbeda dunia kerja (bukan wirausahawan).
Bekerja “serba rutin”, “manut pakem”, di level pengambilan keputusan tertinggi, terutama sebagai pusat penyikapan terhadap realitas bisnis, diyakini merupakan sebuah sikap berbahaya bagi keberlangsungan usaha. Rutinitas, pakem-pakem itu, menjadi belenggu bagi kemajuan. Namun begitu, jangan salah memaknainya. Manajemen kreativitas, bukan “anti aturan”. Aturan tertentu, harus tetap ada, tetapi keberadaannya tidak memasung kreativitas. Ada yang “ekstrim” dalam kasus pembaharuan ini. Misalnya, produsen piranti keras komputer yang mendunia, Intell. Intell, secara berkala selalu menghancurkan produk lama mereka setelah memproduksi produk baru hasil kreativitas timnya. Langkah yang serupa, meskipun “tak sengaja” dialami perusahaan Unilever. Begitu produk barunya muncul, produk lama Unilever “otomatis” dikalahkan produk barunya sendiri.
Kalau ada contoh Intell dan Unilever di bagian ini, dua dari sekian big corporate dunia, sejatinya kreativitas tidak menjadi monopoli korporat besar. Dalam sektor usaha kecil pun, ide kreatif muncul dari perenungan dan perbincangan akan hal-hal yang tak pernah terpikirkan. Justru dalam usaha kecillah, kreativitas seharusnya lebih berkembang, karena biasanya usaha kecil, punya sumber daya insani tak banyak. Ini poin lebih sehingga usaha kecil relatif lebih kompak orang-orangnya, sehingga transfer kreativitas baru bisa lekas merata. Dalam usaha berskala kecil transfer kreativitas lebih pendek jalurnya. Seorang inovator dalam tempo pendek ia bisa langsung mentransfer temuan barunya kepada semua orang yang bekerja bersamanya. Bukan mustahil, proses mentransfer temuan baru itu, sekaligus bisa memicu tumbuhnya kreativitas.
Luwes Menyikapi Peluang
Jika Anda termasuk dalam golongan orang yang selalu ingin tahu, kemudian dapat melihat suatu peristiwa dan pengalaman untuk dijadikan sebuah peluang, di mana orang lain tidak melihatnya, kemudian memiliki keberanian berpikir kreatif dan inovatif, bersiaplah Anda untuk menjadi entrepreneur.
Banyak contoh yang dapat memberikan gambaran kepada kita, bahwa tidak ada sesuatu yang tidak mungkin dilakukan wirausahawan. Keluarkan semua ide atau gagasan Anda, jangan takut diremehkan atau dihina orang. ‘Ide gila” yang Anda sampaikan, boleh jadi suatu waktu akan mengundang kekaguman banyak orang. Begitu Anda mulai menuai sukses, barulah orang akan berguman, “Mengapa itu tak terpikirkan oleh saya sejak dulu, ya?”
Kalau Anda berani tampil beda, itu berarti Anda berjiwa entrepreneur. Saya setuju pendapat yang mengatakan, keberhasilan entrepreneur ibarat kesabaran dan ketenangan seorang aktor akrobatik meniti tambang tipis hingga sampai ke tujuan. Ia tidak menghabiskan waktunya dengan perasaan khawatir, tapi konsentrasinya tertuju pada tujuannya. Tak kalah pentingnya, jangan malu akan kesalahan yang kita buat. Seorang entrepreneur memang tidak menyukai kesalahan, tapi ia tetap akan menerimanya sepanjang hal itu dapat memberikan pelajaran berharga. Ia harus mampu meloloskan diri dari situasi-situasi yang hampir mustahil bisa diatasi. Dalam era global sekarang ini, kegiatan usaha yang kita jalankan hampir 90% justru tidak sesuai rencana.
Karena itu, kita harus luwes dengan rencana yang telah kita buat. Bersiaplah berpindah dari satu rencana ke rencana lainnya. Seorang entrepreneur juga tidak boleh mudah berputus asa. Ia harus yakin dengan kreativitasnya. Selalu ada jalan yang tidak pernah terbayang sebelumnya.
Proses Kreatif Berwirausaha
Kita berani berpikir kreatif. Itu berarti kita sudah berani mengambil risiko
SALAH satu tugas kita sebagai pengusaha, selain memiliki ketrampilan interpersonal, leadership, dan managerial, juga harus mampu melakukan tugas kreatif. Kreativitaslah, unsur penting eksis dan berkembangnya sebuah usaha. bagi entrepreneur, seolah tiada hari tanpa kreativitas. Saatnya kita terus kreatif. Apalagi, kalau di bagian sebelumnya, kerap disebut-sebut angka luar biasa pertumbuhan kewirausahaan di Amerika Serikat, di Indonesia sendiri, keragaman usaha maupun jumlah wirausahawannya, belum sebanyak di Amerika Serikat ataupun di negara lain.
Di Amerika Serikat misalnya, ada bisnis yang masih langka dan belum memasyarakat di Indonesia, yakni bisnis menyewakan pakaian dan perlengkapan bayi. Jadi sebenarnya banyak macam usaha yang bisa kita kerjakan, asal kita mau kreatif. Dalam hal apa saja, kita harus kreatif? Kreatiflah dalam beberapa hal, antara lain, memilih jenis usaha dan memilih waktu untuk memulainya.
Maka, jangan ragu menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap unsurnya bisa kreatif. Jadikan setiap sudut, setiap suasana dalam usaha Anda, kondusif bagi munculnya ide-ide kreatif. Kreativitas itu sendiri, memang memerlukan proses, yakni proses kreatif. Jadi pada awalnya, untuk kreatif itu perlu persiapan, meski secara tidak formal. Tinggal, bagaimana kita sendiri membuat suasana kerja itu kreatif.
Dalam prosesnya, ternyata kreatif itu juga membutuhkan konsentrasi kita. Padahal, yang kerap terjadi, saat kita melakukan konsentrasi, malah menemui jalan buntu. Akibatnya, kita tak bisa berbuat apa-apa, dan berangsur-angsur menjadi frustrasi. Dan, sebenarnya frustasi itu merupakan bagian dari proses kreatif itu sendiri.
Dalam kondisi inilah, menurut saya, sebaiknya kita tidak menyerah atau putus asa. Jangan berhenti sampai di situ. Yakinlah, pada saatnya, wawasan atau iluminasi akan muncul. Kemudian, kita melewati proses kreatif berikutnya: inkubasi atau pengendapan masuk ke dalam alam bawah sadar. Pada saatnya, yaitu pada kondisi yang tidak disengaja, bisa saja muncul iluminasi itu artinya ide kreatif telah kita temukan.
Langkah penting untuk ini, mengolah atau menjalankan ide kreatif menjadi konkret, demi kemajuan bisnis kita. Bahkan menurut kami, demi kepuasan pelanggan pun, perlu pendekatan kreatif. Kreatif, juga kata kunci dalam urusan mencari modal atau dana pengembangan usaha, peningkatan kegiatan produksi, perbaikan desain, pemasaran, dan lain sebagainya.
Orang kreatif, adalah orang yang berani mengambil risiko. Hanya tinggal seberapa besar sebenarnya kualitas kreativitas itu akan mempengaruhi risiko usaha yang dijalankan. Bahkan, seseorang yang berani berpikir kreatif, berarti dia sudah berani mengambil risiko. Kami pun yakin, hanya pengusaha yang berani mengambil risiko itulah yang usahanya dapat berkembang maju, baik untuk saat ini ataupun untuk masa depan.
"...Saat ini jumlah penganggur sudah mencapai 45,2 juta. Dari jumlah tersebut, sekitar 2.650.000 orang penganggur terdidik lulusan perguruan tinggi..."
www.mail-archive.com/ msg00090.html
"...Dari jumlah penganggur terbuka, 65,71% boleh dikatakan penganggur terdidik yang berpendidikan..."
www.jurnalindonesia.com/Current/04TinjauKhusus1.htm
"...Data Sakernas empat tahun terakhir (BPS 1997-2000) menunjukkan bahwa jumlah penganggur lulusan setiap jenjang pendidikan meningkat dari 4 juta orang pada tahun 1997 menjadi 6 juta pada tahun 2000. Jumlah penganggur lulusan sekolah menengah terus meningkat dari 2,1 juta orang pada tahun 1997 menjadi 2,5 juta orang pada tahun 2000. Peningkatan jumlah penganggur ini juga terjadi pada perguruan tinggi, tidak kurang dari 250 ribu penganggur lulusan sarjana setiap tahunnya, 120 ribu lulusan Diploma III, dan 60 ribu lulusan diploma I dan II", www.pdk.go.id/serba_serbi/Renstra/bab-II.htm
Ah, saya telah menakut-nakuti Anda dengan angka-angka diatas ? Tidak, tidak, bukan begitu maksud saya. Saya hanya ingin Anda melihat fakta. Begitulah wajah dunia pendidikan kita. Setiap tahun hanya menghasilkan para penganggur terdidik ?
Saya hanya ingin Anda duduk sesaat dan merenung kemudian memikirkan "Masa depan seperti apa yang Anda inginkan ?" Apakah setelah lulus Anda menggadaikan ijasah Anda kemana-mana dan menjadi orang gajian serta menetap disana selamanya hingga datang masa pensiun ? Kemudian mengeluh terus sepanjang hidup Anda karena apa yang Anda bawa pulang untuk istri dan anak Anda tidak pernah mencukupi kebutuhan hidup Anda, bahkan yang paling dasar sekalipun. Ataukah Anda segera bangkit meninggalkan gelar Anda dan mengikuti orang-orang yang telah sukses "tanpa gelar". Membangun mimpi dan dunia masa depan Anda dimana Anda ingin berada ? Membangun usaha Anda sendiri, merintis, menumbuhkan, membesarkan dan mewariskannya kepada anak cucu Anda. Ya semua itu tergantung Anda !
"..Saat ini jumlah UKM di Indonesia mencapai 99,99 persen dari dari total tenaga kerja produktif, serta memberi kontribusi terhadap GDP sebesar 59 %",
www.sme center.com/ccom/news/news-01-250700-01.htm
"..Dari total tenaga kerja produktif, serta memberi kontribusi terhadap GDP sebesar 59,36 persen. UKM Indonesia dinilai juga memberikan kontribusi yang besar", www.kompas.com/business/news/0007/25/24.htm
Ya lihatlah ! Bagaimana pengusaha kecil, penjual nasi padang, pedagang baso dipinggir jalan, pedagang kaki lima, pengusaha tempe, penjual ayam potongan mereka nyata-nyata memberikan sesuatu yang berarti bagi negeri ini.
No comments:
Post a Comment