Saat kuliah, Peni S. Pramono bekerja sebagai petugas perpustakaan di sebuah lembaga kursus bahasa Inggris. Kesempatan itu ia gunakan untuk belajar, dengan membaca buku-buku klasik berbahasa Inggris. Beruntungnya lagi, ada guru yang berbaik hati mengajarnya cara menjadi guru bahasa Inggris yang baik.
Setelah menikah dengan Handi Pramono, Peni berhenti bekerja di luar rumah. Tetapi karena tak biasa berdiam diri, ia membuka kursus bahasa Inggris kecil. Ia menamai lembaga kursusnya International Language Training (ILT). Ketika mengelola ILT itulah ia mulai bersentuhan dengan UKM dan berbagai persoalannya. "Saya mulai kenal berbagai pengusaha kecil dan saling bertukar pengalaman. Sejalan dengan itu ILT semakin berkembang. Saya mulai mempekerjakan beberapa karyawan dan pengajar," kenang Penny.
Pentingnya laporan keuangan
Usaha Peni semakin berkembang sampai ia akhirnya membuka kursus lain, seperti komputer dan bahasa Mandarin. Belakangan ia juga mendirikan taman kanak-kanak bernama Kid's Land, dan kursus akuntansi untuk UKM. Alasan membuka kursus terakhir ini karena Peni melihat bahwa banyak usaha kecil sekarang menganggap laporan keuangan sebagai buku catatan belaka. "Jika ingin jadi kuat dan besar, suatu usaha kecil harus memperlakukan laporan keuangannya sebagai buku penuh angka yang bisa diajak bicara, bukan catatan," ujar Peni.
Buku Membuat Laporan Keuangan dengan MYOB 12 untuk Bisnis Manufaktur menjembatani ilmu akademisi dengan ilmu praktisi pengusaha di lapangan. Ternyata banyak juga mahasiswa yang menikmati buku ini. "Soalnya buku yang mereka baca di kampus menggunakan istilah-istilah yang rumit," ujar Peni. Dari pengusaha kecillah Peni mengaku banyak mendapat ilmu, "Ilmu mereka memang tanpa rumus. Tetapi hasil dari pemantauan dan pengalaman bertahun-tahun, membuat mereka dapat menarik kesimpulan dari apa yang disarikan dalam buku teks," jelas Peni.
Menurut ibu beranak dua itu, seorang pengusaha kecil yang sudah sukses kerap tergoda membuka usaha lain. Hal itu sah saja asal dilakukan dengan perhitungan matang. "Kalau kita ingin memiliki usaha baru, sebaiknya usaha lama sudah berjalan baik. Buat usaha lain yang saling melengkapi apa yang saya kerjakan dalam workshop dan seminar, yaitu sebagai pembicara," ujar Peni.
Meski banyak belajar di lapangan, bukan berarti ia tidak belajar mengenai UKM di bangku sekolah. "Ada baiknya mengambil sekolah formal kalau ada waktu. Setelah melakukan usaha selama bertahun-tahun, lakukanlah penyegaran otak dengan belajar," ujarnya. Ia sendiri sudah meraih gelar master dari kampus Prasetya Mulya, Jakarta Selatan, jurusan manajemen bisnis.
Menurut Peni, apa yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk UKM sudah baik, hanya birokrasinya harus dikurangi. "Kredit Usaha Rakyat (UKR) sangat membantu para pengusaha kecil. Dengan adanya tambahan modal kerja, mereka mampu memproduksi lebih, yang kemudian menghasilkan keuntungan yang lebih pula."
UKM dinilai Peni sebagai usaha tahan krisis. Karena kecil, ia mudah bergerak dan berpindah haluan. Usaha besar yang sudah kokoh harus mempertimbangkan sekian ribu karyawan jika hendak mengubah haluan," jelas Peni.
Karena itu Peni ingin membuat masyarakat UKM Indonesia menjadi masyarakat yang berpengetahuan, tidak mudah dibodohi. Ia membuat ilmu ber-UKM mudah dimengerti. "Bayangkan kalau semua ilmu itu dijelaskan dengan rumus, formula, atau definisi. Sungguh membosankan dan tidak banyak orang mampu memanfaatkannya," tutur Peni.
Dalam bukunya, juga ada sebuah contoh bagaimana mendeteksi suatu kebangkrutan. "Kebangkrutan bisa dideteksi dari laporan keuangan, jauh sebelum perusahaan itu bangkrut," tutur Peni. Ia mengakui, untuk membuat sebuah konsep yang gampang diterima memang tidak mudah. Peni merasa masih perlu belajar bagaimana menjadi guru yang baik, agar ilmu yang ia bagi mudah dijelaskan.
Krisis global sekarang ini membuat UKM di Indonesia banyak yang menjadi "penambang" utang, karena kurang modal dan barang yang mereka jual banyak pesaingnya. "Apalagi mereka yang menjual barangnya ke luar negeri," jelas Peni. Untuk mencegah hal itu tidak terus terjadi, Peni menganjurkan para pengusaha UKM untuk memproduksi atau menjual barang yang unik. "Barang unik tidak pernah kehabisan pembeli. Tetapi, jangan terlalu mengandalkan pasar luar negeri, karena mereka pun sedang dilanda krisis. Mau tak mau kita mesti kembali ke pasar lokal, karena di dalam negeri sendiri pangsanya masih besar."
Intinya, "Bagaimana cara kita melihat persaingan itu sebagai tantangan dan dorongan untuk membenahi diri. Bukan menjadi maslaah yang membuat kita semakin runtuh."
www.kompas.com
No comments:
Post a Comment