Pajak KPR

“Wah, lagi-lagi mesti bayar pajak.” Mungkin Anda berkata demikian saat berencana menggaet hunian idaman via KPR (kredit pemilikan rumah). Yah, kurang-lebih begitulah: pembeli rumah via KPR juga mesti bayar pajak ke negara—padahal, sangat mungkin mereka bukan golongan berkantong tebal sehingga meminjam ke bank buat beli rumah.

Nah, kalau kini Anda berencana mengayunkan kaki ke kantor pemasaran pengembang perumahan buat mencari sang hunian idaman, ada baiknya lebih dulu tahu jenis pajak nan kelak mesti dibayar.


Berikut ini sekelumit penjelasan perihal pajak-pajak tersebut.

1. Pajak Pertambahan Nilai (PPn)

Besar pajak ini 10% dari nilai transaksi/properti. Maka, kalau rumah yang dibeli seharga Rp180 juta, Anda disemati pajak pertambahan nilai sebesar Rp18 juta.

Direktur Pusat RealEstat Budi Santoso menyebutkan, yang lazim, untuk rumah non-mewah, pengembang sudah memasukkan komponen pajak tersebut ke dalam harga jual. Alhasil, saat staf pemasaran menyodorkan nilai tertentu harga rumah, itu sudah termasuk komponen pajak tersebut.

Oh, ya, ada batasan tertentu untuk rumah yang dikenai pajak tersebut. Begini, untuk rumah baru dengan harga tertentu, biasanya tak dikenai pajak itu.

Tahun 2008, ada satu regulasi dari menteri keuangan bahwa rumah sederhana sehat dengan maksimal harga jual Rp55 juta, tidak dikenai pajak pertambahan nilai.




2. Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM)

Pajak ini hanya disandangkan ke rumah mewah dengan kualifikasi tertentu. Dan hanya dikenakan bila Anda membeli rumah tersebut dari pengembang—bukan bila dari perorangan.

Nah, besar pajak tersebut cukup signifikan: 20% dari nilai jual.

Yang lazim, pihak pengembang biasanya belum memasukkan pajak tersebut dalam harga jual. Alhasil, bila Anda disodori harga tertentu oleh staf pemasaran rumah mewah, ingatlah bahwa mungkin pajak sebesar 20% tersebut belum termasuk dalam harga tersebut.

Mengomentari hal tersebut,  Budi Santoso dari Pusat RealEstat berkata: “Pengembang biasanya ingin agar harga rumah mewah tak terlihat terlalu mahal. Maka, dalam penawaran, PPnBM biasanya tidak dimasukkan.”


3. BPHTB (Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan)

Bila rumah yang Anda beli melalui KPR berharga melebihi Rp60 juta, maka pajak ini harus dibayar. Nilai pajak ini ditentukan oleh harga jual rumah serta besar Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak di lokasi rumah tersebut.

Sekadar contoh, rumah yang hendak dibeli berharga Rp180 juta dan terletak di Jakarta. Sementara, Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak untuk kawasan tersebut adalah Rp60 juta.

Maka, besar pajak tersebut adalah sebagai berikut:

(Rp180 juta – Rp60 Juta) x 5% = Rp6 juta


4. BBN (Bea Balik Nama)

Sudah tentu, SHM (Sertifikat Hak Milik) rumah tersebut mesti dialihkan menjadi atas nama Anda. Adapun nilai BBN tersebut, secara sederhana dan rata-rata, berkisar 2% dari nilai transaksi.

Alhasil, untuk nilai transaksi rumah senilai Rp180 juta tersebut,  penentuan nilai BBN yang mesti dibayar sebagai berikut:

Rp180 Juta x 2% = Rp3,6 Juta


Selamat membayar pajak.

No comments:

Post a Comment